Minggu
yang cerah, Family day is coming…seperti
biasa, kami bersih-bersih rumah, masak bersama anak-anak dan menghabiskan waktu
bersama keluarga. Tapi, minggu ini banyak sekali undangan walimah. Jika sudah
begitu, berarti waktu banyak habis di luar. Baiklah, silaturrahmi harus tetap
jalan namun kebersamaan dengan anak-anak juga tak boleh hilang, maka mereka
semua diajak menghadiri undangan. Tapi, si sulung- Kak Za punya alasan untuk
tidak ikut, begitu pula dengan dua keponakanku Iyan dan Uni. Karena mereka juga
harus menyelesaikan tugas sekolah dan kuliah yang cukup banyak, maka ikutlah
Syifa, Bila dan Wafi.
Hmm…seperti
kebiasaan Bila, si nomor tiga. Jika bepergian, ia tak pernah bisa memilih
pakaiannya sendiri, aku harus selalu turun tangan, padahal baju tinggal ambil
di lemari.
“Mama…Bila pake
baju apa?” wajahnya menyembul dari pintu kamarku, wajah putih yang mungil. Ia
baru sembuh dari sakit demam dan sempat dirawat di rumah sakit selama tiga
hari. Tapi hari ini wajahnya sudah segar, ia juga sudah lincah bergerak,
wajahnya cerah. Menurut dokter, Bila demam biasa – karena hasil tes darah semua
menunjukkan hasil yang baik.
“Bila cari
sendiri aja, ya? Yang penting cocok buat dipake untuk pesta,” aku mencoba
mengajarkannya mandiri dan pede dengan pilihannya sendiri. Tapi, gadis kecilku
menekuk wajahnya.
“Mama aja yang
pilihin, Bila enggak tau…” wadduh..suara halusnya membuatku takluk. Maka, aku
langsung turun tangan memilih gaun untuknya. Karena ia sudah beranjak remaja,
banyak pakaiannya yang sudah tidak muat dipakai. Aku memilih sebuah gaun dari tumpukan
daganganku, gamis hitam sifon dengan taburan payet di dada. Untuk jilbab, aku
memilih jilbab paris merah polos yang aku ikat membentuk turban. Gadis kecilku
tampil cantik, ia memang sedang beranjak remaja. Kakak-kakaknya terpesona,
kaget melihat adiknya yang sudah beranjak remaja. Uni –kakak sepupunya malah
bekerjab-kerjab lucu.
Perjalanan menghadiri
walimah yang menyenangkan. Silaturrahmi berjalan dengan lancar. Menghadiri pernikahan
Diana Zahar dan Aida, dua sahabat
baikku. Karena jarak lokasi yang berjauhan, kami sampai di rumah sudah
menjelang magrib. Dan malamnya kami sudah sibuk dengan persiapan esok,
menyiapkan segala keperluan tugas dan sekolah mereka. Esok, yang tak pernah aku
lupakan seumur hidup, senin yang suram L
***
Senin malam,
Bila mengeluh kakinya sakit sehabis olahraga di sekolah. Kami menanggapinya
dengan santai, kakaknya tertawa. “Itu sakit biasa, toh Bila udah lama enggak
olahraga, “ kata Kak Liza santai. “Adduuh…Bila lebay, sakit dikit nangis, nanti
juga sembuh. Itu sakit biasa, namanya juga Olahraga,” kata Kak Syifa. “Enggak
apa-apa, Kak. Lawan aja sakitnya..” kata Wafi. “Iya Bila, itu sakitnya enggak
apa-apa, kok” kata Kak Uni. Tapi, wajah Bila meringis menahan sakit. Esoknya,
ia kembali sekolah seperti biasa. Pertengahan jam belajar, ia menemuiku di
kantor dengan wajah pucat.
“Mama…Bila
enggak tahan, kaki Bila sakit,”
“Oke, istirahat
aja ya? Nanti kalo enggak sakit lagi, Bila masuk,” Bila kuantar ke ruang UKS
untuk beristirahat. Malamnya Bila demam, suhu tubuhnya meninggi dan aku
memberinya obat penurun panas. Paginya, Kak Liza mengantarnya ke tukang kusuk
langganan, mungkin Bila keseleo pada waktu Olahraga. Tapi malamnya dia kembali
mengerang kesakitan. Kata Mami, mungkin dia terkena “bahal”, ada gumpalan kecil
di balik kulit selangkangannya. Maka, aku pun membuat ramuan untuk ditapalkan
di tempat yang sakit. Tapi semua tidak bereaksi, dan gadisku masih terus menangis
menahan sakit yang menyelimuti selangkangan dan pahanya. Malam rabu, Ayah
mengajak makan di luar karena Ayah lulus sidang tesisnya. Bila tetap tidak
dapat menikmati, aku memapahnya yang berjalan pincang, entah mengapa, kaki
kirinya berat sekali.
Rabu sore (30
April 2014), sepulang kerja, aku menghampiri gadisku yang berbaring di kamar. Rencananya,
malam ini keluarga besar akan berkumpul dan makan malam di luar. Besoknya, 1
Mei Kak Liza berulang tahun, Ayah lulus S2 dan Bunda (adikku) juga lulus seleksi
S2 di PTN bergengsi. Semua sudah direncanakan dengan matang. Pikirku, kondisi
Bila tentu bukan masalah yang serius dan bukan pula penghalang kami untuk
bersenang-senang. Dia juga dapat menikmati kebersamaan dalam keluarga dan agar
lebih bersemangat. Aku juga mempersiapkannya untuk bersih-bersih di kamar
mandi.
“Sayang, coba
jalannya biasa aja. Kalo kakak pincangin, takutnya pincang beneran lho..” aku
masih mensugestinya.
“Enggak bisa, Mamaaa…”
mata gadisku memerah.
“Bisa, sayaaang..tahan
aja sakitnya, jangan diikutin cara jalan yang salah..” aku sedikit memaksa.
“Enggak bisa, Mamaaaaaa…
kaki Bila panjang sebelah!” mata itu mulai basah, gadisku menangis keras. Aku serasa
disambar petir, jantungku mulai bekerja lebih cepat, aku menahan diri, mencoba
menahan diri.
“Coba Bila tegak…”
kuperhatikan kedua kaki anakku, yang satu jinjit dan satu lagi menyentuh
lantai.
“Coba Bila tidur,”
jantungku semakin cepat. Bila berbaring, kuluruskan kedua kakinya. Kulihat tumitnya,
yang kiri lebih panjang, tungkainya juga. Cepat-cepat aku meraih handphone dan berlari turun meninggalkan
kamar. Tangisku pecah, jantungku berpacu dengan sangat cepat, aku kalap. Ketelepon
ayahnya yang sedang menjemput Wafi les sempoa. Kak Liza menenangkanku, ia
memang sudah semakin dewasa.
“Mama jangan
nangis, nanti dilihat sama Bila dia juga jadi stress. Bila enggak apa-apa kok,
itu perasaan Mama aja,” si sulung memelukku, menepuk-nepuk bahuku menenangkan.
“Tapi, Mama
lihat kakinya panjang sebelah Kaaak…” Tangisku semakin keras.
Dan…setelah ini,
hari-hari semakin panjang. Berjuang dengan airmata dan do’a, demi gadisku yang
beranjak remaja. Gadisku yang halus budi bahasanya, selalu memeluk dan
menciumku tanpa bosan dan risih meski aku sedang berkeringat. Gadisku yang
selalu berterimakasih meski aku hanya memberinya sebuah permen.
sedih bacanya..semoga bila cepat sembuh ya :(
BalasHapusBila sayang.. cepat sembuh ya nak.. untuk mama semoga diberi ketabahan n kekuatan untuk terus dapat memotivasi dan mendampingi Bila.
BalasHapusTerimakasih Eva dan Cut. Semoga badai cepat berlalu. Yakin dan percaya, selepas hujan Allah akan menyajikan pelangi...
Hapus