Rabu, 09 April 2014

PEMILU, SUDAH CERDAS KAH KITA?




                Pemilu 2014 baru saja tadi digelar. Entah mengapa, aku merasa gaungnya tak semegah dulu. Gaungnya kini tidak lagi merdu, ibarat sebuah pesta, ini pesta kecil-kecilan saja, dengan 500 undangan yang dicetak ala kadar dan makanan hanya ada 4 macam. Pesta cepat selesai, kursi cepat disusun, tikar cepat digulung dan lampu cepat dimatikan. Apakah itu hanya perasaanku saja? Atau kamu juga merasakan hal yang sama? Entahlah. Aku merasa, rakyat sudah lelah dengan polah tingkah wakilnya yang duduk di kursi dewan kehormatan. Kursi empuk kulit coklat dengan sandaran tinggi. Kursi yang membuat para wakil rakyat mengantuk dan tertidur ketika rapat paripurna berlangsung. Sebegitu megah dan mewah kursi yang ingin diduduki sehingga berbagai cara dilakukan, agar ‘ma’af’ bokong dapat dicecahkan.
                Kelelahan melihat polah tingkah wakil rakyat membuat masyarakat apatis. Siapa lagi yang dipercaya? Yang maling dan yang alim saja sudah sama, siapa lagi yang amanah? Atau sebegitu parahkah lingkungan dewan yang mampu menutup mata orang baik-baik menjadi orang bauk-bauk? Hiks….
Ada beberapa kasus yang saya saksikan secara pribadi, sangat menyimpang dari amanat rakyat. Saudara dari keluarga kami, dari salah satu partai yang duduk di dewan kehormatan. Semula, ia adalah seorang yang ‘lurus’, santun, jujur dan ramah tamah. Tapi tiba-tiba ia mampu mengguncang dunia, ketika dimobilnya didapati narkoba dan seorang wanita yang bukan istrinya. Dunia runtuh! Kehormatan keluarga tercoreng, kehormatan partai dilindas, kehormatan dewan dibabat habis! Keluarga mencecar pertanyaan- siapa tahu ini adalah jebakan yang bermuatan politis. Tapi ia menjawab dengan berurai air mata “ma’afkan saya, saya khilaf”, astaghfirullah
                Hari ini, setelah mencoblos saya tanpa sengaja mendengar dialog dua orang di warung bakso. Dialog yang membuat hati saya ngilu dan pilu, lutut saya lemas membayangkan betapa sedihnya para pahlawan yang telah memperjuangkan kemerdekaan. Ada hubungannya kan?
A: “Kamu tadi milih yang mana?”
B: “Yang ngasinya gede lah (menyeringai empat senti, dua giginya mencuat keluar) Kalau kamu?”
A: “Sebenarnya aku mau pilih si D, tapi dia pelit kali, enggak kasi apa-apa, jadi aku milih si E, lumayanlah  dia ngasi 20 ribu”.    Nah? Lho? Haaaa?...huuuaaa….siapa yang salah, hayyo!
Ironi, bukan? Kemudian meluncurlah dari mulut mereka debat politik kelas bawah. Intinya, “toh nanti jika ia terpilih ia enggak akan ingat kita. Jadi, mending ambil hasilnya sekarang walau sedikit”.
                Kawan, apakah kita harus apatis? Jangan! Apakah kita harus golput? Jangan! Jika kita apatis dan memilih golput, bagaimana nasib bangsa ini? Bagaimana dengan generasi kita yang akan mendiami dan tinggal di negeri ini? Dan..kita juga jangan asal memilih, siapa yang ngasi sesuatu dia yang akan anda pilih. Ingat! Ketika ia sudah memberi berarti ia juga harus segera mengganti dana yang sudah ia keluarkan sebagai dana taktisnya untuk mendapat kursi. Naaahh.. itulah salah satu factor penyebab munculnya koruptor di negeri kita, paham? Lho? Jika dia sudah mengeluarkan dana banyak buat “nyogok”, maka ia harus segera mencari gantinya untuk menutupi dana tadi. Maka, muncullah mark up, proyek abu-abu, komisi, penyusunan RAB yang tidak logis, dll, dll. Jadi... jika anda memilih caleg yang memberi anda uang atau benda, artinya anda sudah membuka peluang korupsi di negeri ini, gitu loohh… serem kan? Money politic = Koruptor. Ayo! Cepat istighfar… hehehe
                Baiklah, kawan. Mari  kita berdo’a, siapapun yang akan menduduki gedung agung Dewan Perwakilan Rakyat, semoga bangsa ini menjadi lebih baik. Kesenjangan menurun, kemakmuran rakyat tercapai. Semoga anak-anak bangsa mendapat pendidikan yang baik, kesehatan yang baik dan pembentukan karakter  yang baik. Semoga Indonesia semakin jaya, disegani dunia Internasional. Semoga pemimpin kita konsisten, tegas dan tak ada yang mampu mengobok-obok Indonesia tercinta, merdeka! Salam, tetap semangat ya? Saya mengutip perkataan Ali Bin Abi Thalib RA: “Kezhaliman akan terus ada, bukan karena banyaknya orang-orang jahat. Tapi karena DIAMNYA ORANG BAIK”. Bagaimana pendapat anda? Setujukah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar