Hujan turun sedari pagi tadi.
Parit-parit busuk sudah tumpah ruah dengan sampah-sampah plastik, yang sebagian
menyumbat saluran air sementara sebagian lagi terdampar di bibir-bibir parit yang
biru kedinginan. Suara klakson mobil di ujung gang sempit yang berupa jalan
raya bersahut-sahutan marah, menciptakan irama yang tumpang tindih seperti
music rock. Abay masih menatap hujan yang jatuh dari liku seng berkarat
rumahnya, air yang jatuh menimpa sepatu busuk, bunga asoka yang kering dan papan-papan
lapuk tak berguna. Aroma parit yang menguap diabaikannya, hidungnya sudah cukup
beradaptasi dengan bau itu, bau yang basah dan bau yang kering.
“Masuklah Bay, disambar petir kau
nanti,” Wajah ibu muncul dari balik pintu, khawatir.
“Sepertinya hujan tak berhenti
seharian ini, masuklah,” Ibu masih membujuknya.
Abay mengkerut dan melilit sarungnya
semakin rapat, hujan seharian? Sama artinya tak ada uang belanja buat ibu dan
dirinya hari ini. Abay melirik sudut teras sempit rumahnya, gerobak es berwarna
hijau lumut yang diam manis tak berdaya. Ah.. betapa hujan telah merenggut
mimpinya hari ini, ingin membelikan ibu ayam goreng lezat yang sudah hampir
seminggu dicita-citakannya.
“Abay… masuklah Nak. Nanti kau masuk
angin, sakit, jadi urusan… masuklah!” kali ini Ibu sudah serius, bukan lagi
wajah yang muncul dari balik pintu, tapi ia sudah berdiri di samping Abay. Abay
bangkit, benar kata ibu, jika ia sakit bagaimana pula? Direngkuhnya bahu ibu
masuk ke dalam rumah.
“Kau tenang saja, ibu masih punya uang
yang bisa dibelanjakan hari ini,” Ibu tersenyum, dahi Abay berkerut, ibu
tertawa.
“Hahaha.. jangan khawatir, ibumu ini
pintar menabung, kau jangan terlalu serius, kau sudah tua dibanding umurmu,”
Ibu tertawa, tapi matanya berkaca-kaca. Abay masuk ke dalam kamar, merebahkan
diri di atas dipan berlapis tilam kapuk tipis. Matanya menatap langit-langit
kamar yang kuning karena asap pembakaran obat nyamuk. Abay memejamkan mata, di
luar hujan dan petir semakin menggila. Berdentum menggelegar, serasa mau merontokkan
otak-otak kotor manusia yang sibuk dengan klakson-klaksonnya. Abay merasa
hening, semuanya senyap.
***
Hari ini langit begitu bersahabat,
biru merona dihiasi awan cirus yang melambai indah. Abay tersenyum puas
menyusuri gang sempit rumahnya, menuju emperan toko tempat ia biasa berdagang. Akiong
tersenyum menyambutnya di depan pintu toko.
“Hari cerah, Bay.. semoga hoki lu
baik hari ini,” Akiong menarik kardus bekas di lantai yang menjadi lapak Abay. Mungkin
kardus itu tadi malam digunakan pengemis yang tak punya tempat tinggal, bau
pesing menyeruak, Akiong menutup hidungnya sambil mendengus.
“Sutiii! Lu ambil karbol cepat lu
siram ini bekas kencing!” suaranya nyaring memanggil Suti, asisten rumah tangga
yang biasa membantu istri Akiong. Suti cepat-cepat ke belakang membawa tubuhnya
yang tambun, geraknya lamban. Tapi ia nyaman bekerja dengan keluarga keturunan
ini, begitu pula dengan Akiong yang tak pernah mempersoalkan tubuhnya yang
semakin besar dan lebar dan kerjanya yang lamban. Keluarga ini terlalu baik,
ukuran tubuh Suti adalah suatu bukti asistennya itu sangat sejahtera. Sampai ada
desas desus jika si Suti ikut makan babi, ih!- Dan membiarkan Abay membuka
lapak di depan tokonya tanpa biaya sewa adalah kebaikan yang lain.
Langit cerah, rezeki Abay cerah. Hari
ini ia bisa membelikan ibu ayam goreng, Abay menitip gerobak es pada Teno,
pegawai toko onderdil sepeda motor Akiong yang hitam pekat tapi sangat rajin. Teno
memberi isyarat nakal, Abay memberinya segelas es serut sebagi upah. Abay menyusuri
jalan menuju restoran ayam goreng yang telah lama diimpikan ibunya. Masuk ragu-ragu
dengan pakaian bau debu dan matahari. Kaos hitam kusam, celana jeans super
belel dan sandal jepit karet yang talinya sudah molor. Wajah bahagia ibu
membuatnya berani masuk, celingak celinguk tanpa ada yang peduli. Beberapa mata
sinis mulai merayapi tubuhnya. Ada pula yang prihatin, ada yang tertawa hina. Abay
harus berani, demi senyum ibu…
Abay ikut antrian di meja pemesanan,
beberapa orang mulai menjauh menghindarinya, Abay menunduk. Semua berpakaian
bersih dan wangi, sementara dia? Ah.. mengganggu selera makan saja. Kini giliran
Abay memesan sepotong ayam goreng.
“Ada yang bisa dibantu? Abang pesan
apa?” senyum ramah adik cantik di belakang meja kasir. Hening, Abay mengerutkan
dahi. Adik cantik berlipstik merah tersenyum dan mengulang tiga kali
pertanyaannya. Masih hening saja, Abay semakin berkerut.
“ABANG PESAN APA?” Adik cantik mulai
berteriak, semua mata pengunjung sudah mengarah kepada mereka, restoran mulai
ricuh, Abay masih hening. Adik cantik mulai berkeringat, teman-temannya mulai
menghampiri, Abay bingung. Semua mata Nampak merah marah. Saat kritis, seseorang
menepuk bahu Abay pelan, Abay berpaling. Perempuan itu tersenyum lembut, mulai
menggerakkan tangannya memberi isyarat. Abay menarik nafas lega, karena ada
seorang perempuan baik yang bisa memahaminya. Abay mulai bercakap cakap dengan
isyarat, sangat bersemangat dengan mata yang bersinar. Perempuan itu mengangguk
angguk dengan mata berkaca-kaca.
“Dia pesan ayam goreng, Dik. Satu potong
saja buat ibunya,” Perempuan itu menelan ludah yang mendadak pahit.
“Dia sudah menabung untuk beli ini,
supaya ibunya senang,” mendadak hening, semua mata mengarah ke Abay. Lelaki hening
itu tersenyum, ketika semua mata tak lagi marah tapi mengharu biru. Si adik cantik dibalik meja kasir menarik nafas panjang, merubah mimik wajah yang tadi sempat jutek menjadi sebingkai senyum ramah dan mata bersahabat.
Akhirnya, Abay pulang bukan dengan
sepotong ayam goreng tapi setengah lusin, ditambah segala macam rupa makanan
lezat yang tak pernah diimpikannya. Bukan saja perempuan baik ini menambah jumlah pesanan Abay, tapi ada beberapa orang lagi yang berbaik hati mengahadiahkan makanan lezat untuk ibunya. Hati Abay bersenandung riang di bawah
matahari siang. Di dalam restoran, perempuan baik tadi menutup wajah dengan
kedua telapak tangannya. Menahan air mata yang nyaris banjir. “Maafkan aku Bu… aku tak pernah mengahadiahkanmu
makanan lezat, meski aku mampu membelinya dan selalu menikmatinya.”
Medan. 25 September 2015
Happy Tasyrik day…
Happy Tummy :)